pbii

create your own banner at mybannermaker.com!
Copy this code to your website to display this banner!

Selasa, 15 November 2011

AMALAN BEBAS DARI HUTANG

Di dalam hadis ada doa untuk membebaskan diri dari hutang. Doa ini biasa dibaca pada pagi dan petang sebanyak tiga kali. Berikut kisahnya:
Ketika Rasul Allah masuk masjid di luar waktu-waktu salat fardhu, beliau dihampiri seorang sahabat Anshar bernama Abu Umamah.
Sahabat ini mengeluh kepada Nabi SAW: “Kesusahan dan hutang-hutang membelit diriku, wahai rasul Allah.”
Rasul Allah bersabda: “Maukah aku ajarkan sebuah doa kepadamu yang apabila engkau mengucapkannya, Allah menyingkirkan kesusahanmu dan membayar hutang-hutangmu.”
Abu Umamah menjawab: “Ya wahai Rasul Allah”
Kalimat-kalimat doanya sebagai berikut:
Allahumma inni a’udzu bika min al-hamm wa al-hazan wa a’udzu bika min al-ajz wa al-kasal wa a’udzu bika min al-jubn wa al-bukhl wa a’udzu bika min ghalabat al-dayn wa qahr al-rijal.
Artinya: “Ya Allah saya berlindung kepada Engkau dari kesusahan dan kesedihan, saya berlindung kepada Engkau dari kelemahan dan kemalasan, saya berlindung kepada Engkau dan kepengecutan dan kekikiran, dan saya berlindung kepada Engkau dari himpitan hutang dan paksaan orang.”

***

Amalan Zikir Agar Dapat Melunasi Hutang

Saya ambil dari Kitab Silahul Mukmin.
Amalan untuk dapat segera melunasi hutang, biasakanlah sesudah shalat Isya membaca:
  • Surat Al Fatihah sebanyak 300 kali.
  • Kalimat Hawqalah 41 kali : “Laa hawla walaa quwwata illaa billahil aliyyil azhiim
Bacaan diatas harus diselesaikan dalam sekali majelis, jadi tidak boleh dicicil. Akhiri dengan berdoa memohon kepada Allah Swt.
Di dalam kitab Al-Ausath, Ath-Thabrani meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah ra yang berkata : “Rasulullah saw bersabda; Siapa yang dianugrahi Allah suatu kenikmatan, hendaklah ia memperbanyak ucapan al-hamdulillah; siapa yang banyak dosanya, hendaklah memohon ampun kepada Allah (membaca istighfar), dan siapa yang merasa diperlambat rezekinya, hendaklah banyak membaca “la haula wa la quwwata illa billah“.
Ibnu Abi Ad-Dunya meriwayatkan sebuah hadits marfu’ dari Asad bin Wada’ah, “Rasulullah saw bersabda, Barangsiapa mengucapkan “la haula wa la quwwata illa billah” sebanyak seratus kali setiap hari, niscaya ia tidak akan ditimpa kefakiran (kemiskinan), selamanya.”
Silahkan diamalkan dengan tulus ikhlas. Semoga tanggungan hutang anda lekas terlunasi.
TESTIMONI
Ki UmarJogja yth,
Saya pernah mengamalkan amalan Al-fatihah & Kalimat Hauqal diatas 2 kali dan alhamduliilah hutang 3 jt terbayar dalam waktu 1 minggu. Dalam senggang saya membatin Asma Sirr dan sholawat Annurudzat. Alhamdullilah juga tekanan yang ada dikening saya hilang dan kini berganti ketenangan dan ‘rasa’ aura positif di tubuh. Terimakasih ki. semoga Allah swt memberkati segala usaha Ki Umarjogja. Aamin

Antara Ilmu Hitam dan Ilmu Putih

Ilmu Hitam jelas berbeda dengan ilmu putih. Ia tidak bisa disekutukan lalu menjadi abu-abu, seperti cat tembok. Antara ilmu hitam dan ilmu putih lebih menyerupai papan catur. Bisa berdampingan tetapi sesungguhnya berlawanan.
Ilmu hitam dan ilmu Putih mempunyai perwatakan yang berbeda. Ilmu hitam cenderung merugikan, sedangkan putih membahagiakan.
Lelaku
Persyaratan ilmu hitam sangat akrab dengan dunia kematian. Untuk mendapatkan kesaktian, seorang pelaku ilmu hitam akan melakukan tapa brata di tempat angker atau kuburan dan bersekutu dengan makhluk gaib sang penunggu tempat angker tersebut.
Para memuja Bethari Durga (Ilmu Leak), konon akan berubah menjadi bola api, dan terbang menembus gelapnya malam untuk mencari mangsa, yaitu berupa darah segar dari tubuh bayi yang baru lahir.
Para pemburu Pesugihan, akan memberikan tumbal nyawa kepada setan yang dimintai kekayaan. Tumbal bisa berupa binatang ternak, atau nyawa manusia.
Seorang pencuri akan mengambil tanah kuburan agar berhasil sukses melakukan pencurian. Tanah kuburan tersebut berfungsi sebagai prasarana ajian sirep. Tuah ajian sirep dapat melelapkan seluruh penghuni rumah, sehingga pencuri bisa bergerak leluasa.
Upacara ritual ilmu hitam biasanya juga diselubungi kengerian sebagaimana persyaratannya. Tidak hanya sekedar doa dan mantra, namun juga harus dilengkapi dengan candu, opium, atau minuman berakhohol tinggi. Tak jarang pula diperlukan kucuran darah manusia. Bisa darahnya sendiri, bisa pula darah orang lain yang jadi korban.
Sungguh berbeda dengan ilmu putih. Ritual dapat dilakukan dimana saja asalkan ditempat yang bersih dan suci. Persyaratannya mudah dicari, seperti air putih, garam, kembang (bunga), wewangian (minyak wangi, dupa, kemenyan) dll. Dan syarat itupun tak mutlak harus ada. Jika punya ya disertakan, kalau tidak ada pun ilmu putih tetap bisa bekerja. Karena intinya terdapat pada rapal mantera, sebagai bentuk permohonan kepada Yang Maha Pencipta. Dalam ilmu putih memang masih menyisakan ruang bagi Tuhan.
Ilmu Hitam Tidak Abadi
Ilmu gendam merupakan bagian kekayaan dari ilmu hitam. Salah satu jenisnya sering dipraktekan dijalanan, dipasar, diterminal atau tempat keramaian lainnya. Ilmu gendam mengacaukan mekanisme kesadaran sang korban. Sehingga korban tidak menolak jika diminta, tidak marah walau ditipu.
Namun ilmu hitam tidak abadi, dalam jangka waktu dan jarak tertentu efeknya akan hilang. Sang korban akan kembali sadar ketika pelaku ilmu gendam telah pergi jauh. Jin yang menempati tubuh sang korban akan “oncat” dari tubuh korban. Untuk kembali mengikuti pemilik ilmu gendam setelah waktu tertentu atau jarak radius tertentu. Ilmu Pelet juga sama seperti ilmu gendam dan sirep.
Ajian sirep Begananda yang diamalkan oleh para pencuri juga begitu. Efek sirepnya hanya bekerja sampai sebelum fajar menyingsing. ”…sakdurunge ana handarageno soko wetan”. Sebelum ada Matahari (terbit) dari timur. Perhatikan juga rapal Mantera Ajian Sirep Megananda ini: “…aja tangi yen durung ana geni saka langit pitu,” Jangan bangun sebelum ada api dari langit tujuh (matahari).
Ilmu santet dan tenung, akan berakhir ketika setan yang menempati tubuh sang korban, telah pergi (balik) atau telah dibinasakan.
Karakter ilmu dan Manusia
Ilmu kebathinan (Hitam atau Putih) akan mempengaruhi tingkah laku dan watak seseorang. Karena ilmu juga memiliki perwatakan, bersemayam pada diri manusia dengan perwatakan sama. Perwatakan yang berbeda tidak bisa dipaksakan menempati ruang jiwa yang sama. Artinya seseorang yang berwatak jahat, culas, licik akan bersekutu dengan kekuatan ilmu hitam. Watak kesatria akan memilih aliran putih.
Orang berwatak jahat hanya bisa minta tolong kepada dukun aliran hitam untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Jika memaksakan diri untuk ditolong oleh dukun aliran putih, niscaya cuma akan memperoleh nasehat-nasehat moral.
Karena pemilik ilmu putih cenderung berkata jujur, pembela kebenaran yang sejati, tidak mau menyimpang dari jalan kebenaran dan menempuh cara-cara yang sesuai dengan kebenaran dalam mengatasi masalah.
Bila melakukan penyimpangan niscaya ilmu putihnya akan hilang. Atau akan terjadi pertentangan didalam batin yang akan membuat dirinya stress dan akhirnya jadi gila. Tidak akan berakhir sebelum melepas ilmu gaibnya. Saya pribadi pernah mengalaminya. Oleh karena itu saya bisa memetik hikmah dan mengerti.
Mitos orang berilmu hitam tapi berperilaku baik, bakal mengubah ilmunya menjadi putih atau sebaliknya, adalah lelucon ringan di kalangan dunia kebatinan. Rumusan ngawur seperti itu, tidak ada dalam kamus alam ghaib. Hitam tetap hitam. Putih jadi putih.

Belajar Ilmu Telepati

mstory telepati %28telepathyrevealed%29 dlm Belajar Ilmu Telepati
Sebelumnya , adakah yang tahu apa itu telepati ??
Telepati berasal ari kata Tele yang berarti jauh dan Pathos yang berarti perasaan, jadi telepati secara harfiah dapat diartikan merasakan sesuatu dari jarak jauh.
Gejala Telepati dalam kehidupan sehari hari sering kita alami seperti adanya beberapa kelompok orang dimana salah satu melaksanakan buang air kecil maka beberapa orang lainya merasakan ingin melakukan buang air kecil juga.
Telepati akan mudah dirasakan oleh orang yang tidur akibat terhipmotis atau orang yang sengaja mengkonsentrasikan pikirannya untuk menerima telepati dengan cara mengosongkan pikiran selain untuk menerima telepati.
Namuan demikian bahwa setiap manusia akan bisa menerima telepati, karena manusia terdiri jasmani dan rohani dimana hubungan secara rohani atau kejiwaan telah terjalin antar manusia kususnya hubungan batin seperti orang tua dengan anaknya , saudara dengan saudra , dengan pacar.dan lain lain.
Telepati adalah ilmu yang bebas nilai artinya bila digunakan oleh orang yang baik telepati menjadi baik, dan bila digunakan oleh orang jahat maka telepati hasilnya akan buruk. Telepati akan kacau atau tidak berhasil bilamana pikiran kita kotor akibat kesalahan kita semdiri seperti minum alkohol mengingat alkohol merusak pikiran.
Dalam belajar telepati kita tidak perlu mempermasalahkan jarak karena telepati tidak mengenal jarak karena telepati menggunakan jiwa atau batin.
Cara cara paling mudah untuk belajar konsentrasi adalah dengan hal hal yang sederhana seperti :
1.Menghitung bilangan ganjil mulai dari 1,3,5 sampai 99
2.Menghitung bilangan genap mulai dari 2,4,6 sampai 100
3.Menghitung mundur bilangan ganjil 99,97.95 sampai 1
4.Menghitung mundur bilangan genap 100.98.96. sampai 0
5.Menghafal huruf a – z dihitung maju dan mundur
6.Bila cara tersebut telah sering anda lakukan maka bisa dilanjutkan dengan gambar titik bundar dalam kertas sebesar 5 mm di kertas putih dengan warna titik titik yang berbeda seperti kuning, merah, hijau biru dan lain lain, te,pelkan pada tembok setinggi pandangan anda Pilih salah satu titik dan pandanglah dengan tajam tanpa berkedip setelah 2 menit gelengkan kepala anda namun pandangan tetap pada titik yang anda pilih.
MEMPERKUAT PANCARAN GELOMBANG TELEPATI
Kuatnya pancaran gelombang telepati sangatlah ditentukan dari kekuatan batin dan hal ini bisa dilakukan dengan cara meditasi atau pernafasan diam / tanpa gerak. Gerak jurus tenaga dalam atau dzikir bagi muslim.
Meditasi Dalam ilmu telepati ada 2 jenis meditasi yang memiliki peran dalam meningkatkan kekuatan telepati sekaligus hipnotisme maupun magnetisme. Meditasi tersebut yaitu :
1.Meditasi halus
Melakukannya cukup dengan duduk tegak seluruh badan dikendorkan konsentrasi dipusatkan pada nafas halus seolah olah anda tidak bernafas, dan akan lebih baik lagi bila mana saat bernafas halus disertai dengan dzikir bagi muslim atau menyebut nama Tuhan sesuai dengan agamanya masing masing.
Meditasi halus sangat berfungsi untuk memperkuat batin dan yang lebih penting meningkatkan kepekaan batin dalam menerima getaran halus dari luar diri.
2.Meditasi Keras
Melakukannya dengan cara olah nafas yaitu menarik nafas, menahan nafas dan menghembuskan nafas hal ini dilakukan dengan cara :
Duduk meditasi
Seluruh benda yang menempel di badan dikendorkan semua
Pejamkan mata pusatkan konsentrasi
Pertemukan kedua tangan dengan mengadu sela sela jari tekan keduannya hingga menimbulkan getaran.
Lakukan nafas segitiga yaitu menarik nafas, menahan nafas dalam perut bukan dada, dan menghembuskan nafas dalam jumlah waktu * detik ) yang sama.
Lakukan meditasi keras ini dengan waktu selama 5 menit atau lebih lama akan lebih baik sesuaikan dengan kemampuan anda.
Dengan berlatih telepati seperti diatas maka kepekaan batin akan meningkat dan kami mengharapkan amda untuk melakukan dengan tujuan yang baik isilah batin anda dengan hal hal positif, hal hal yang menyenangkan demi kesehatan tubuh. Dengan demikian dimasa yang akan datang anda akan selalu sabar, sehat berfikir, melakukan tindakan selalu atas kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dan anda merasa dengan dengan Sang Pencipta Alam.
Untuk membuktikan daya kekuatan batin anda, anda bisa berlatih dengan orang yang dekat dengan anda, seperti orang tua, saudara atau teman anda dengan cara membayangkan wajahnya, dengan cara begitu mereka akan merasa anda panggil. Telepati bagaikan telpon namun tidak memerlukan kabel dan tidak dibatasi oleh jarak.
Demikian tulisan ini semoga bermanfaat bagi pemula yang berminat untuk mengerti dan mendalami mengenai telepati dan tulisan kami ini didasarkan juga pada pengalaman serta saduran dari Buku Praktek Menguasai dan mendayagunakan Telepati, yaitu Komunikasi magis Jarak Jauh !!!
Selamat Belajar Telepati .
icon biggrin Belajar Ilmu Telepati
oh iya , ini adalah sebagian gambar ketika saya melakukan permainan Telepati saat saya show .
34014 143152509028111 100000000873137 417098 8234355 n Belajar Ilmu Telepati
34014 143152499028112 100000000873137 417095 5771065 n Belajar Ilmu Telepati

Jimat, Benarkah dalam Agama?

Masyarakat kita sesungguhnya sangat paradoksal. Di satu sisi, mereka sangat mengagungkan teknologi (baca: akal) namun di sisi lain, mereka juga masih menggantungkan hidup mereka pada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan tertentu, lepas darimana ‘kekuatan’ itu bersumber. Tentu saja ini menjadi lucu karena manusia mesti tunduk dan menghamba kepada benda-benda mati yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri. Mereka justru melupakan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Pencipta segala yang mereka sembah itu.
Keterbatasan Akal
Selama ini, akal sering dijadikan alat untuk mengotak-atik syariat. Bila sesuai dengan akal berarti ma’qul (masuk akal) dan harus diterima. Sementara bila tidak sesuai dengan akal disebut ghairu ma’qul (tidak masuk akal) dan tidak diterima. Akal seakan-akan telah menjadi sumber kebenaran dan parameter utama dalam mengukur baik buruknya suatu permasalahan. Sementara dalil justru hanya menjadi syawahid dan mutaba’at (penguat) terhadap hukum akal. Sehingga gelar orang pintar lebih banyak disandang oleh orang-orang yang mampu menghukumi dalil dengan hukum akal, yang berani mempertentangkan dalil-dalil dengan akal, bahkan termasuk dalam barisan ini adalah orang-orang yang berani melakukan sesuatu yang bertentangan dengan dalil naqli dan di luar hukum akal. Mampukah akal menyingkap rahasia-rahasia syariat dan hikmah-hikmahnya? Dan mampukah akal berdiri sendiri menentukan jalan keselamatan tanpa bimbingan syariat?
Hakikat Akal
Akal adalah makhluk ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan bagian kecil dari anggota tubuh manusia. Tentu sebagai makhluk tidak ada yang sempurna. Karena tidak sempurna itulah berarti memiliki keterbatasan dan tidak sanggup menentukan maslahat hidup yang sempurna di dunia dan akhirat. Kesempurnaan hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan semua akan berakhir kepada-Nya. Karena akal terbatas, maka ia harus tunduk di hadapan syariat dan tidak diperkenankan menghakimi syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Konsep yang benar dalam pandangan agama adalah “akal yang sehat dan lurus tidak akan bertentangan dengan dalil-dalil yang shahih.” Bila terjadi pertentangan berarti hukum akal lah yang harus dihakimi dan dipertanyakan. Bukan malah dalil-dalil shahih yang harus dihakimi dengan ditakwil maknanya, diselewengkan, atau diragukan keshahihannya. Lebih-lebih jika dalil-dalil yang shahih itu kemudian ditolak dan dilempar di belakang punggung-punggung mereka tanpa sedikitpun rasa takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah sesungguhnya konsep pemuja akal di mana jika akal bertentangan dengan dalil yang shahih, maka harus mendahulukan akal.
Dengan konsep batil yang merupakan ramuan iblis-iblis pemikir ahli kalam ini, muncullah sekte-sekte pemuja dan penuhan akal, aliran-aliran yang berakhlak dengan akhlak iblis la’natullah ‘alaih. Sungguh para ulama telah mengecam keras pemikiran semacam ini karena menyesatkan umat dan menjauhkan mereka dari jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari Ali bin Abu Thalib radhiAllahu ‘anhu berkata:
لَوْ كاَن الدِّيْنُ بِالرَّأْيِ لَكاَن أَسْفَلُ الْخُفِّ أَوْلَى بِالْمَسْحِ مِنْ أَعْلاَهُ، وَقَدْ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ عَلىَ ظاَهِرِ خُفَّيْهِ
Kalau sekiranya agama itu dari akal niscaya bagian bawah khuf1 lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Dan sungguh aku telah melihat Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam mengusap punggung (atas) khufnya.” (HR. Abu Dawud 162, Al-Baihaqi 1/292, Ad-Daruquthni 1/75, Ad-Darimi 1/181, Al-Baghawi 239, dan Ahmad 943&970. Dishahihkan oleh Ibnu Hajar rahimahullah di dalam kitab At-Talkhis Al-Khabir 1/160)
Dari Umar bin Al-Khaththab radhiAllahu ‘anhu bahwa beliau berkata tatkala beliau mencium Hajar Aswad: “Aku mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudharat atau manfaat. Dan jika aku tidak melihat Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam menciummu, niscaya aku tidak akan menciummu.” (HR. Al-Bukhari no. 1610 dan Muslim no. 1270)
Diriwayatkan dari Umar bin Al-Khaththab radhiAllahu ‘anhu: “Hati-hati kalian dari pemuja akal karena mereka adalah musuh-musuh As Sunnah. Amat berat bagi mereka untuk menghafal hadits sehingga mereka berkata dengan apa yang dihasilkan oleh akalnya, mereka tersesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Lalikai 1/23, Al-Faqih wal Mutafaqqih karya Al-Baghdadi 1/180, dan Ibnu Abdul Bar di dalam kitab Al-Jami’, 274)
Adz-Dzahabi rahimahullah berkata: “Apabila kamu melihat ahli kalam dan ahli bid’ah berkata: ‘Singkirkan dari kami Al Qur`an dan hadits-hadits ahad serta bawa kemari akal’, maka ketahuilah dia adalah Abu Jahal.” (Siyar A’lami An-Nubala` 4/472)
Hakikat Jimat
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud radhiAllahu ‘anhu, Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan tentang jimat dan hukumnya. Kata Ibnu Mas’ud: Aku telah mendengar Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّماَئِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna adalah syirik.” (HR. Al-Imam Ahmad di dalam Musnad 1/381, Abu Dawud di dalam Sunan-nya 7/630, Al-Hakim di dalam Al-Mustadrak 4/217, 418, Ath-Thabrani di dalam Al-Kabir 10.503, dan Al-Baihaqi di dalam Sunan Al-Kubra 9/350. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah di dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 3288, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2845, Silsilah Ahadits Ash-Shahihah no. 331 1/648, dan Ghayatul Maram no. 298)
Jimat adalah permata yang dirangkai atau tulang belulang kemudian dikalungkan di leher-leher anak dengan tujuan menolak bala. (Lihat Kitabut Tauhid karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, Fathul Majid 1/650)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menjelaskan: “Memang asal jimat itu adalah permata yang dirangkai yang digantungkan pada leher anak agar terpelihara dari gangguan mata-mata jahat. Kemudian mereka perluas makna jimat tersebut sehingga mereka menamakan jimat pada segala bentuk perlindungan. Contoh: sebagian mereka menggantungkan sepatu kuda di pintu-pintu rumah atau di tempat yang nampak jelas, menggantungkan sandal di bagian depan mobil atau bagian belakangnya, atau marjan yang berwarna biru di bagian depan kaca mobil bagian dalam dekat sopir dengan tujuan untuk menolak bala.” (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 1/650)
Kaidah dalam Menjadikan Sesuatu sebagai Asbab (Sebab)
Kata asbab (lantaran, Jw) terkadang dijadikan alasan untuk melakukan kesyirikan dan penggugat balik terhadap setiap orang yang mengingkari kesyirikan. Para pemakai jimat dan pengagung kuburan, tempat-tempat keramat, pohon-pohon yang antik dan aneh, terkadang beralasan membolehkan semua itu dengan hanya meyakininya sebagai sebab. Benarkah itu?
a. Cara Mengetahui bahwa Sesuatu adalah Sebab
Mengetahui sesuatu itu sebab atau bukan sebab adalah bagian dari dien. Dan akan membahayakan seseorang bila tidak mengetahuinya. Telah disebutkan oleh para ulama bahwa mengetahui sesuatu itu sebab atau bukan dengan dua cara:
Pertama: Melalui penetapan syariat bahwa sesuatu itu sebagai sebab. Seperti Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang salah satu fungsi madu:
فِيْهِ شِفاَءٌ لِلنَّاسِ
Di dalam (madu itu) ada obat bagi manusia.” (An-Nahl: 69)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan pula tentang faidah membaca Al Qur`an:
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ ماَ هُوَ شِفآءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِيْنَ
Dan Kami turunkan dari Al Quran sesuatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra`: 82)
Kedua: Melalui cara yang secara alami memiliki manfaat. Contohnya kita mencoba sesuatu di mana setelah itu ternyata benda tersebut bermanfaat bagi penyakit yang diderita, namun dengan syarat pengaruhnya jelas dan terjadinya secara langsung. (Lihat Al-Qaulul Mufid Syarh Kitabit Tauhid, 1/208)
Sikap yang benar dalam menetapkan sesuatu itu sebab, baik secara syariat atau alami, adalah apa yang dikatakan oleh Al-Imam As-Sa’di rahimahullah di dalam Al-Qaulul As-Sadid hal. 36: “Wajib atas setiap hamba mengetahui tiga perkara dalam permasalahan sebab:
Pertama: Dia tidak menjadikan sesuatu itu sebab kecuali bila telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai sebab baik secara syar’i atau alami.
Kedua: Dia tidak menyandarkan diri kepada sebab itu akan tetapi dia bersandar kepada yang menciptakan sebab itu, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bersamaan dengan itu dia berusaha melaksanakan sebab-sebab yang disyariatkan dan segala yang bermanfaat.
Ketiga: Hendaklah dia mengetahui bahwa bagaimanapun besar dan kuatnya sebab itu, tetap terikat dengan ketentuan dan keputusan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak bisa terlepas darinya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berbuat segala apa yang dikehendaki-Nya.
b. Melaksanakan Sebab yang Disyariatkan tidak Melemahkan Keyakinan Seseorang kepada Allah
Melaksanakan sebab yang telah disyariatkan termasuk bagian syariat. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “(Kesimpulannya adalah) menggugurkan (meninggalkan) sebab bukanlah termasuk ketauhidan. Bahkan melaksanakan sebab dan meletakkan sebab itu pada tempat yang telah diletakkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala termasuk dari wujud kemurnian aqidah. Dan ucapan “harus meninggalkan sebab” adalah tauhid (kelompok sesat) Qadariyah Jabriyah pengikut Jahm bin Shafwan dalam masalah jabr.” (Madarijus Salikin 3/495)
Dan meyakini sesuatu sebagai sebab padahal sesungguhnya hal itu bukan sebab, termasuk syirik kecil (Al-Qaulul Mufid, 1/208). Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan “Melihat (menengok) kepada sebab ada dua bentuk:
Pertama: Syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan
Kedua: Termasuk ubudiyah dan tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Termasuk kesyirikan menyandarkan diri kepada sebab dan tenteram dengannya, meyakini bahwa sebab itu sebagai satu-satunya yang bisa mewujudkan segala keinginan, dan berpaling dari yang menciptakan sebab itu, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Madarijus Salikin 3/499)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah berkata: Manusia dalam permasalahan sebab terbagi menjadi (tiga kelompok), dua berada di ujung dan satu di tengah:
Pertama: segolongan orang mengingkari sebab-sebab, mereka adalah golongan yang menafikan hikmah-hikmah Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti golongan Jabariyah dan Qadariyah.
Kedua: segolongan orang melampaui batas dalam menetapkan sebab sehingga mereka menjadikan sesuatu yang tidak disyariatkan sebagai sebab, seperti yang dilakukan mayoritas ahli khurafat dari kalangan sufi dan selain mereka.
Ketiga: orang yang mengimani adanya sebab dan segala pengaruhnya akan tetapi mereka tidak menetapkan sesuatu sebagai sebab kecuali bila telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, baik secara syar’i atau takdir (inilah golongan yang benar, pen.).” (Lihat Al-Qaul Al-Mufid syarah Kitab Tauhid 1/205)
Apakah Jimat Merupakan Sebab-sebab yang Disyariatkan untuk Menangkal Bala`?
Cara menetapkan sesuatu itu sebagai sebab telah dijelaskan di atas, yaitu penetapan secara syariat atau secara alami. Mari kita meninjaunya dari kedua sisi ini.
a. Sisi Syariat
Mengatakan atau menghukumi bahwa jimat merupakan sebab untuk menolak bala harus ada keterangan dari Allah dan Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam. Sementara yang kita dapati, jimat telah divonis Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam sebagai satu bentuk kesyirikan dalam riwayat Ibnu Mas’ud radhiAllahu ‘anhu di atas. Dari sini jelas bahwa jimat dalam pandangan syariat bukan sebagai sebab. Dan menjadikan sesuatu sebab yang tidak dijadikan oleh syariat sebagai sebab termasuk syirik kecil.
b. Sisi Alami
Untuk mengatakan secara alami bahwa jimat bisa sebagai sebab penolak bala harus memenuhi dua syarat sebagaimana telah disebut di atas, yakni jelas pengaruhnya dan harus langsung. Sementara jimat itu belum jelas pengaruhnya dan secara tidak langsung. Ini sangat bertentangan dengan kaidah penetapan sesuatu itu sebagai asbab.
Dari kedua tinjauan ini maka sangat jelas sekali bahwa jimat bukan sebagai sebab syar’i ataupun alami untuk menolak bala` atau segala malapetaka.
Bentuk-bentuk Jimat
Jimat kini tidak hanya ‘beredar’ di kalangan sufi dan dilakukan sembunyi-sembunyi, namun telah dikomersialkan melalui iklan di berbagai media massa. Bagi orang yang ingin menjadi jawara mesti memiliki jimat kebal atau jimat kesaktian agar tahan bacok bahkan tahan peluru. Bentuk jimat ini bermacam-macam. Ada yang berbentuk mantra-mantra, sabuk, rajah-rajah, atau kumpulan benda-benda khusus seperti tempurung kelapa, tempurung kerang yang dicor yang kemudian diletakkan di dalam secarik kain dan sebagaianya.
Sebagian pedagang juga memiliki jimat khusus yang disebut dengan penglaris dengan maksud bisa melariskan dagangan atau agar tidak terkena niat orang-orang yang dengki kepadanya. Sementara sebagian peternak juga memiliki jimat tersendiri yang digantung di pintu atau pojok-pojok kandang supaya tidak disentuh tangan-tangan jahat atau pencuri. Begitu juga sebagian rumah-rumah kaum muslimin tidak terlepas dari semua itu.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata di dalam fatwa-fatwa beliau tentang jimat (2/238): “Apabila jimat-jimat itu dari nama-nama jin, tulang, akar kayu, besi-besi dari paku, rajah-rajah, atau yang sepertinya, maka ini termasuk dari perbuatan syirik kecil dan terkadang menjadi syirik besar apabila yang menggantungkan jimat itu berkeyakinan bahwa jimat tersebut bisa menjaganya atau menyingkap penyakit yang diderita atau menolak mudharat tanpa izin Allah dan kehendak-Nya.”
Hukum Menggantungkan Jimat
Sudah disebutkan di atas bahwa jimat termasuk dari kesyirikan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hal ini sangat jelas keharamannya. Lalu bagaimana hukum memakainya? Jawabannya butuh rincian.
Pertama: akan menyebabkan terjatuh kepada syirik akbar (besar) bila disertai keyakinan bahwa jimat itu sendiri yang memberikan pengaruh selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang bisa menolak mudharat dan mendatangkan manfaat, serta membentengi setiap orang yang memakainya. Dan pelakunya telah keluar dari Islam, halal darahnya untuk ditumpahkan dan hartanya untuk dirampas, mengekalkan dirinya di dalam an-naar (neraka) bila dia mati dan belum bertaubat, serta menghapus seluruh amalan yang dilakukan di dalam Islam.
Kedua: akan menyebabkan terjatuh dalam perbuatan syirik kecil bila dia meyakini bahwa jimat itu hanya sebagai sebab semata, adapun yang mendatangkan manfaat dan menolak segala bentuk malapetaka yang menimpanya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Menjadikan sesuatu sebab yang tidak pernah dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai sebab adalah syirik kecil. (Lihat Al-Qaulul Mufid 1/204, Al-Qaulul Sadid hal. 38, Fatawa Syaikh Ibnu Baz 2/384)
Hukum bila Jimat itu dari Al Qur`an
Terkadang jimat berasal dari Al Qur`an atau tulisan ayat-ayat Al Qur`an atau nama-nama Allah. Apakah hukumnya sama dengan jenis-jenis jimat di atas?
Tentang hal ini, terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama salaf:
a. Sebagian mengatakan boleh. Dan mereka memaknakan hadits yang menjelaskan keharaman jimat itu dengan makna jimat yang mengandung kesyirikan. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash dan diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiAllahu ‘anha, akan tetapi riwayat dari kedua shahabat ini lemah. Dan ini adalah ucapan Abu Ja’far Al-Baqir, Ahmad bin Hambal dalam satu riwayat.
b. Sebagian mengatakan diharamkan. Yang berpendapat demikian di antaranya Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, dan dzahir ucapan Hudzaifah, ‘Uqbah bin ‘Amir, dan Ibnu ‘Akim dan demikian juga ucapan sejumlah tabi’in di antara mereka murid-murid Ibnu Mas’ud, dan Ahmad di dalam sebuah riwayat yang dipilih oleh mayoritas murid beliau dan yang diperkuat oleh ulama mutaakhirin (belakang ini). Mereka berdalil dengan keumuman hadits Ibnu Mas’ud: Aku telah mendengar Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna termasuk dari kesyirikan.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Hakim)
Asy-Syaikh Shalih Fauzan hafizhahullah men-tarjih (menguatkan) dari kedua pendapat ini beliau mengatakan: Yang benar (dari kedua) pendapat ini adalah pendapat yang mengatakan haram dengan beberapa alasan:
Pertama: Keumuman larangan dan tidak ada dalil-dalil yang mengkhususkannya
Kedua: Menutup jalan-jalan yang akan mengantarkan kepada (perbuatan) menggantungkan selain Al Qur‘an atau nama-nama Allah
Ketiga: Akan terjatuh pada penghinaan terhadap Al Qur`an dan nama-nama Allah tersebut karena akan dibawa ke tempat najis atau dipakai untuk mencuri, merampok, dan berkelahi.
Dan pendapat kedua ini pula yang dikuatkan oleh ulama masa kini seperti Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitabnya Taisir Al-’Aziz Al-Hamid, Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alusy-Syaikh dalam kitabnya Fathul Majid, Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, dan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi rahimahumullah.
Kesimpulan dari pembahasan ini bahwa segala bentuk jimat baik dari Al Qur`an ataupun bukan, diharamkan karena keumuman larangan Rasulullah ShallAllahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, dinasehatkan kepada kaum muslimin agar segera meninggalkannya dan hanya kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam meminta segala kemanfaatan dan minta dijauhkan dari segala malapetaka. Meminta perlindungan dan penjagaan kepada Allah semata itulah aqidah yang benar, dan tidak ada setelah kebenaran itu melainkan kebatilan. Wallahu a’lam.
1 Khuf yaitu sepatu yang tingginya menutup dua mata kaki, red

Antara Ilmu Hitam dan Ilmu Putih

Pertanyaan :
Assalamualaikum warahmatullah wabarakatuh
Ustadz Ahmad Junaidi, pengasuh rubrik konsultasi yang saya hormati, saya mempunyai beberapa pertanyaan :
  1. Apakah dalam Islam ada istilah ilmu hitam dan ilmu putih ?
  2. Apakah benar jika kita menaruh garam di atas pintu dapat menetralisir kejahatan syetan, sebagaimana air laut menetralisir sampah yang mengalir dari sungai ?
  3. Teman saya pernah bertanya ke dukun, Katanya teman saya harus diruwat dan harus memakai jimat yang akan diberikan jika berobat ke dukun tersebut. Bagaimana hukumnya menurut Islam ?
Wasalam,
Syahrul Hidayat
Jawaban :

Wa’alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh
Saudara dan saudariku seiman dan seakidah yang mudah-mudahan dirahmati Allah SWT dimana pun anda berada, Islam yang kita yakini kebenarannya dan yang menjadi pilihan kita untuk bernaung di bawah panji-panjinya adalah agama yang syamil (menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Dikarenakan Islam memiliki ciri khas yang demikian, maka Islam mewajibkan kepada semua pemeluknya untuk mencari ilmu semenjak manusia masih dalam buaian sampai ajal menjemput. Islam tidak hanya mewajibkan, akan tetapi juga memberi penghargaan yang setinggi-tingginya bagi umatnya yang beriman dan berilmu.
Allah SWT berfirman di dalam kitab suci Al-Qur’an,
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, berdirilah kamu, rnaka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadilah: 11)
Di dalam hadits shahih Rasulullah SAW bersabda, dari Anas bin Malik,”Mencari ilmu itu fardhu (wajib) bagi setiap muslim, dan orang yang menempatkan ilmu tidak kepada ahlinya maka ia seperti orang yang mengalungi babi dengan permata, mutiara dan emas.” (HR. Ibnu Majah). Sejak zaman Rasulullah SAW sampai saat ini semua umat Islam sepakat akan wajibnya menuntut ilmu, akan tetapi apakah semua orang Islam harus menguasai semua disiplin ilmu? Tentu tidak demikian. Karena Allah SWT tidak akan membebani hamba-Nya kecuali menurut kesanggupannya (Al-Baqarah: 286).
Ilmu pertama yang wajib diketahui oleh seorang hamba adalah ilmu tentang pokok-pokok agama dan ia merupakan ilmu yang paling mulia, karena kemuliaan ilmu itu tergantung pada kemuliaan yang diketahui (Syarah Aqidah Thahawiyah hal: 5).
Dari sinilah ulama menyimpulkan adanya ilmu yang fardhu ain (wajib setiap orang untuk mempelajarinya) seperti; ilmu sholat, puasa, zakat, haji, dan lain-lain. Juga ada ilmu yang fardhu kifayah (tidak wajib setiap orang untuk menguasainya akan tetapi harus ada di antara mereka yang menguasainya) seperti ilmu kedokteran, teknologi dan sebagainya. Tidak ada dari kalangan ulama mana pun baik salaf (yang terdahulu) atau khalaf (masa kini) yang menyatakan bahwa dalam agama Islam itu ada ilmu putih dan ilmu hitam. Namun demikian, bukan berarti istilah ilmu hitam dan ilmu putih yang sudah melegenda di masyarakat kita tidak ada sama sekali fenomenanya karena hal tersebut ada dan terdapat dalam sihir. Di dalam ilmu sihir ada yang dikenal as-sihrul abyadh (sihir putih) dan as-sihrul aswad (sihir hitam/black magic) (lihat kitab: Nahwa Mausu’ah Syar’iyyah fi llmirruqo, jilid 3 hal 222).
Disebut sihir putih biasanya digunakan untuk tujuan membantu orang lain dan untuk keilmuan. Contoh sihir mahabbah (pelet), sihir untuk pengobatan, ramalan, penjagaan diri atau rumah, dan lain-lain. Sedang sihir hitam ditujukan untuk menyakiti (menzhalimi) orang lain. Contoh: sihir pemisah antara suami istri, sihir untuk membunuh atau membuat sakit-sakitan (santet), hipnotis untuk merampok harta atau kehormatan, menghancurkan usaha atau jabatan orang lain (hasad), dan lain-lain.
Walaupun disebut ilmu putih (sihir putih) dan ilmti hitam (sihir hitam) menurut para ulama keduanya tidak berbeda isi, kandungan dan eksistensinya. Yakni, persekongkolan antara penyihir dan syetan agar penyihir melakukan perbuatan haram atau kesyirikan sebagai imbalan bantuan dan kesetiaan syetan kepadanya (As Sharim al Battar hal. 8). Hukum mempelajarinya sama haramnya dan pelakunya dihukumi kufur keluar dari agama (lihat kitab: Nahwa Mausu’ah syar’iyyah fi ilmirruqo,  jilid 3 hal 222).
Di dalam hadits shahih Rasulullah SAW melarang mendekati sihir. Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Jauhilah tujuh hal yang menghancurkan. Para sahabat bertanya: “Apa saja wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Syirik (menyekutukan) Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah tanpa hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perternpuran,dan rnenuduh wanita baik-baik berbuat zina.” (HR. Bukhari no. 6.465 dan Mus­lim no. 89).
Berhati-hatilah ketika menuntut ilmu. Jangan sampai karena terpengaruh dengan istilah ilmu putih kemudian kita terjerumus ke dalam lumpur sihir yang menyesatkan disebabkan tidak mengetahui perbedaan antara karamah dengan sihir.
Adapun mengenai garam yang ditaruh di atas pintu apakah bisa menolak jin? Tidak ditemukan dalil yang menyatakan bahwa jin takut pada garam. Jadi hal ini sangat berbau “katanya” (mitos). Yang dapat dijelaskan secara ilmiah ularlah yang bereaksi dengan garam karena kulitnya menjadi sangat sensitif dengan garam. Barangkali karena sebagian jin ada yang menjelma menjadi ular maka disamakan antara ular yang sebenarnya de­ngan ular yang ‘jadi-jadian”. Padahal keduanya berbeda, karena Rasulullah SAW telah memberikan cara bagaimana kita mengusir ular dari tempat tinggal kita, yaitu dengan memperingatkannya dan memberikan tangguh tiga malam. Apabila ia tetap berada di situ, maka bunuhlah. Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya di setiap rumah ada ‘awamir (jin penunggu rumah)nya. Jika kamu mendapati sesuatu di dalamnnya (ular), maka berilah ia tangguh tiga hari hingga ia pergi. Jika tidak, maka bunulah ia, karena ia adalah jin kafir (syetan).” (HR. Muslim).
Yang lebih parah, jika garam dijadikan jimat. Karena hal ini telah masuk wilayah kesyirikan. Sebab telah menyakini sesuatu dapat memberikan manfaat atau madharat, sesuatu yang tidak bisa dilakukan kecuali oleh Allah SWT . Seandainya pernyataan Anda di atas benar tentu tidak ada pencemaran air laut yang disebabkan oleh sampah-sampah yang digelontorkan lewat sungai, namun kenyataannya tidaklah demikian. Air laut tetap tercemar. Begitu juga andaikan jin takut pada garam yang jelas rasanya asin sama dengan air laut yang juga asin tentu jin (Iblis) tidak akan membangun singgasananya di lautan sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah SAW di dalam kitab shahih Muslim yang artinya, Dari Jabir bin Abdullah berkata, bersabda Rasulullah, “Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air. Kemudian ia mengutus tentara-tentaranya, yang paling dekat derajatnya kepadanya adalah yang paling besar fitnahnya (kepada rnanusia), salah satu dari mereka datang dan berkata, “Aku telah melakukan ini dan itu.” Iblis berkata, “Kamu tidak mengerjakan sesuatu.” Rasulullah bersabda, “Kemudian datanglah salah seorang dari mereka dan berkata, “Aku tidak meninggalkannya sehingga aku telah memisahkannya dan istrinya.” Rasulullah bersabda, “Kemudian Iblis itu mendekatinya dan berkata, “Kamu yang terhebat.“(HR. Muslim)
Sedang ketika kita meruqyah dan terkadang meminumkan air yang dicampur garam yang telah dibacakan ayat-ayat ruqyah dimaksudkan untuk memancing si pasien agar muntah. Karena biasanya syetan yang terkutuk itu keluar bersama dengan muntahan tadi. Tapi itu bukan keyakinan bahwa jin takut pada garam.
Tentang pertanyaan yang ketiga, kami tidak akan bosan-bosannya untuk mengingatkan saudara seiman agar jangan mendatangi dukun dan yang sebangsanya, karena Rasulullah SAW telah tegas melarang hal tersebut. Dari Abu Thalhah, dari Nabi beliau bersabda, “Barang siapa mendatangi dukun/peramal (dan yang sejenisnya) dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu maka tidak diterima shalatnya selama empat puluh malam.” (HR. Muslim no. 2.230)
Jika mendatangi dan bertanya saja dilarang, apalagi bersedia mendengar solusi yang diberikan. Tentu lebih terlarang lagi. Apalagi ruwatan itu bukan dari Islam tapi ajaran kejawen yang bersumberkan dari ajaran nenek moyang yang nota bene mereka beragama non Islam. Dalam ajaran itu, ruwatan bertujuan untuk membuang sengkolo (sial) yang ada pada diri seseorang, atau biasanya untuk melindungi agar orang yang diruwat itu selamat dari bathorokolo, buto ijo (dewa-dewa jahat) dan lain sebagainya.
Sekali lagi, itu semua bukan ajaran Islam. Justru agama ini memerintahkan umatnya untuk bertawakal kepada Allah SWT semata. Karena segala sesuatu itu terjadi atas kehendak-Nya. Orang yang paling sial adalah orang yang tidak menerima ajaran dari Allah SWT, Tuhan yang telah menciptakannya dan menghidupkannya serta memberinya rezeki. Di akhirat kelak Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban mereka atas semua perbuatan yang telah ia lakukan.
Demikian juga memakai jimat, itu dilarang dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jampi (yang tidak syar’i), jimat dan tiwalah adalah syirik”. Mereka berkata, ‘Wahai Abu Abdurrahman, jampi dan jimat, kami telah paham, Tapi apakah taulah (tiwalah) itu? Beliau menjawab, ‘Tiwalah adalah sesuatu yang digunakan wanita untuk merebut cinta suaminya (pelet), dan ini termasuk sihir.’ (HR. Ibnu Hibban no. 6.090)
Hadits yang semakna dengan hadits di atas juga diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 3.883, Al-Hakim no. 8.290.
Akhirnya, marilah kita senantiasa berhati-hati dalam menjaga akidah ini. Jangan sampai tertipu oleh pengelabuan dan tipudaya syetan yang selalu menghias kebatilan menjadi suatu yang terlihat seperti hak (benar).
Wallahu a’lam.

Minggu, 13 November 2011

Welcome To Dunia Lain™

Welcome To Dunia Lain™ 

situs: http://infodunialain.blogspot.com